Daunnya bundar sebesar telapak tangan orang dewasa dan warnanya hijau segar, tampak tebal namun tekstur permukaannya lembut dengan bulu-bulu halus di permukaanya. Tumbuh di sawah dan tepian sungai dengan tanah berlumpur dan berair. Sekilas atau bila dilihat dari jauh ( namun jangan dari jarak 100 m lebih, gak kelihatan karena kejauhan..he..he ) nampak seperti enceng gondok.
Itulah tanaman yang bernama Genjer. Genjer dengan nama ilmiah Limnocharis flava biasanya banyak tumbuh di sawah setelah panen padi dan kondisi tanah belum di bajak kembali dan di sekitar daerah yang terendam air seperti tepian suaungai atau rawa. Orang jawa menamai tanaman ini dengan nama Genjer, sedangkan orang sunda menamainya Gendot.
Sekilas genjer mirip dengan Enceng gondok ( Eichhornia crassipes ), namun terdapat perbedaan keduanya yang mencolok. Pertama, tangkai daun Genjer kecil lurus merata, sedangkan Enceng gondok tangkai daunnya menggelembung. Kedua, daun Genjer tidak bergelombang dan tekstur permukaan daunnya lembut dengan bulu-bulu halus dipermukaannya, sedangkan daun Enceng gondok bergelombang dan permukaannya licin. Selain itu, daun Genjer sangat kedap air seperti daun Talas. Ketiga, Genjer tumbuh di tanah lumpur, sedangkan Enceng gondok tumbuh dengan mengapung di permukaan air.
Di kampung halaman saya Klaten, Genjer sangatlah mudah ditemui. Namun di sawah, bukan di pasar-pasar. Memang karena mudah di dapat dan harganya sangatlah murah, orang-orang tidak mau menjualnya, karena cari saja ke sawah bisa pulang bawa genjer sebakul. Biasanya genjer dimasak tumis atau oseng-oseng. Rasanya cukup enak dan renyah seperti sawi hijau.
Tak hanya orang dewasa saja yang menyukai Genjer untuk dikonsumsi. Anak-anak di kampung saya pun sangat menyukai Genjer. Akan tetapi kesukaan anak-anak terhadap Genjer bukanlah untuk dimakan. Memang begitulah anak-anak pada umumnya, mereka kurang menyukai sayur. Sayur yang biasa kita makan saja mereka ogah, apalagi Genjer yang bagi mereka sedikit aneh. Anak-anak menyukai Genjer sebagai mainan. Kok bisa ? Pasti itu yang menjadi pertanyaan. Ternyata dengan memanfaatkan daun genjer dan tangkainya, anak-anak justru bisa bermain secara kreatif. Yaitu dengan menjadikan daun Genjer tadi menjadi perahu layar. Caranya sangat sederhana. Pertama, cari daun Genjer yang cukup lebar beserta tangkainya. Lalu lengkungkan tangkainya ke daun sampai menancap. Dan...taaaarrraaaa..jadi dah perhau layarnya. Tinggal dibawa ke sungai atau kolam. Dengan memanfaatkan tiupan angin anak-anak bisa berlomba adu cepat dengan kapal layar yang mereka ciptakan sendiri. Kreatif bukan ?
Tak cuma itu saja manfaat dari Genjer. Kebetulan Mbah putri saya di desa juga memanfaatkan daun Genjer untuk campuran ransum makanan bebek peliharaan. Daun Genjer dicacah kasar dan dicampur dengan dedak dan tinggal tambahakan air. Selain menghemat biaya pakan bebek, ternyata daun Genjer membuat bebek-bebek Mbah putri saya menjadi gemuk ginuk-ginuk..he..he.. Dan kotoran bebeknya pun tak begitu berbau, serta warnanya sedikit indah yaitu kehijau-hijauan..he..he..
Sumber : Mbah Putri di kampung, Wikipedia indonesia
EmoticonEmoticon