Rabu, 29 Februari 2012

Ingin Eksis Tapi Kantong Tipis? Yuk Internetan Pakai Axis!

Eksis, disadari atau tidak, merupakan kebutuhan setiap manusia. Jika ditinjau dari sudut pandang teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, eksis dapat dimasukkan ke dalam kebutuhan akan penghargaan (esteem) berupa rasa hormat atau apresiasi dari orang lain sehingga mampu mencapai tingkat aktualisasi diri (self-actualization). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi eksis, kita terlebih dahulu harus memperoleh rasa hormat atau apresiasi dari orang lain. Bagaimana caranya?

Sumber rasa hormat atau apresiasi orang lain sebenarnya bermacam-macam, bisa dari jabatan, kekayaan, strata sosial, atau bahkan skill khusus. Namun telah menjamur di pola pikir masyarakat, terutama masyarakat Indonesia, bahwa eksis lebih identik dengan kekayaan dalam bentuk benda yang tampak (mempengaruhi penampilan). Pemikiran tersebut kemudian secara tidak langsung mengubah perilaku masyarakat menjadi konsumtif. Jikalau memang masyarakat yang mengadopsi perilaku tersebut berasal dari golongan atas, maka hal itu cukup wajar karena ia bisa mengimbangi pembeliannya dengan penghasilan yang tinggi. Yang ironis adalah, masyarakat yang perilakunya sangat konsumtif justru berasal dari golongan menengah ke bawah (golongan kantong tipis) untuk mempertahankan gengsi dengan memaksakan diri untuk terus membeli barang bermerk. Mereka seolah tidak peduli akan fakta bahwa penghasilan yang didapat tidak mampu menutupi biaya yang dikeluarkan. Perilaku ini, jika tidak dihentikan, mampu membawa mereka ke dalam jeratan hutang dan tagihan kartu kredit.

Padahal, di abad ke-21 ini telah ditemukan media ampuh untuk 'memudahkan' jalan manusia menjadi eksis. Media itu adalah internet. Dengan tarif yang cukup rendah per bulannya, jika dimanfaatkan dengan baik masyarakat bahkan bisa menyembuhkan penyakit kantong tipis yang dideritanya. Pemanfaatan ini dapat diilustrasikan dengan menggunakan contoh kasus A dan B sebagai berikut:

Andaikan A adalah seorang mahasiswa yang juga merangkap sebagai anak magang di suatu perusahaan minyak. Dari kegiatan magang, A mendapatkan gaji sebesar Rp2.500.000,00/bulan. Di bulan pertama, A yang tidak ingin kalah glamor dengan pegawai senior berbelanja tas, sepatu, dan baju bermerk dengan total pembelian mencapai Rp3.000.000,00. Jumlah ini jauh lebih besar dibanding gaji yang diterimanya sehingga untuk menutupinya ia meminta kiriman uang lagi kepada orang tuanya dan juga meminjam dari teman. Siklus hidup semacam ini ia ulang selama tiga bulan magang, sehingga setelah selesai bukan hanya penghasilan magangnya yang habis seketika, A juga harus bolak-balik meminta kiriman uang kepada orang tua untuk membayar kembali uang pinjaman temannya. A mungkin eksis, tapi tidak sukses (dalam hal finansial).

Di sisi lain, B juga seorang mahasiswa yang juga magang di tempat yang sama dengan A. Ia memperoleh gaji dengan nominal yang sama pula, namun berbeda dengan A yang memilih untuk langsung membelanjakan uangnya, B memilih untuk membeli beberapa baju model terkini dengan harga murah di Tanah Abang untuk kemudian dijual ke teman-temannya melalui akun Facebook miliknya. Sebulan ia mengeluarkan uang sekitar Rp2.000.000,00 untuk membeli barang, namun dengan usaha pemasaran yang gigih dan juga kekuatan word of mouth dari teman-teman yang pernah membeli barangnya via Facebook, tak lama kemudian ia berhasil mendapat penghasilan sebesar Rp2.750.000,00 (surplus Rp750.000,00) dari toko online-nya. Usaha ini ia teruskan hingga ia dipercaya untuk berbisnis dengan sistem reseller yang jauh lebih rendah modalnya namun penghasilannya terus meningkat. Dalam tiga bulan, penghasilan magangnya tetap utuh dan ia bahkan mendapatkan penghasilan tambahan dari toko online yang dikelolanya. Ia juga mendapatkan lebih banyak teman baru. B eksis dan sukses.

Bisa juga kita belajar dari fenomena selebtwit, artis Youtube, dan blogger-blogger terkenal. Sebagian besar dari mereka tidak eksis karena mereka kaya. Mereka eksis karena mereka mempunyai suatu ciri khas ataupun passion yang ditekuni dengan sungguh-sungguh untuk kemudian di-share dengan menggunakan media internet. Bukan hanya itu, mereka juga sangat konsisten dalam berinternet dan tidak bersikap statis (mereka adalah conversation architect, selalu siap sedia untuk berinteraksi dengan orang lain). Beberapa dari mereka juga tidak gentar untuk menuangkan ide-ide mereka yang aneh dan bahkan provokatif karena mereka memiliki rasa tanggung jawab atas apa yang telah mereka keluarkan. Mereka inilah yang eksisnya tidak hanya terjadi dalam satu waktu namun berkelanjutan karena kemudian mampu menginspirasi orang lain.

Untuk saat ini, berdasarkan pengamatan penulis, provider yang menyediakan jasa internet termurah namun cukup terpercaya adalah Axis. Berdasarkan pengalaman penulis yang sudah setahun lebih setia menggunakan paket Blackberry Axis sebesar Rp79.000,00/bulan, kinerja Axis cukup bagus. Memang selama setahun tersebut koneksi tidak selalu mulus, namun secara garis besar kinerja Axis setara dengan kinerja provider lain yang justru mematok tarif yang jauh lebih mahal. Axis sangat membantu penulis untuk terus berinteraksi dengan teman lama, orang tua, dan juga teman-teman blogger lain sehingga tetap eksis. Tak jarang penulis mendapatkan tawaran untuk bekerja dari hasil interaksi tersebut. Begitu pula dalam hal pengiriman tugas via internet. Axis juga jelas menghemat pengeluaran bulanan penulis yang notabene masih mahasiswa sehingga sering mengalami kasus kantong tipis karena tarif yang jauh lebih murah tersebut. Jadi tunggu apa lagi? Silakan internetan pakai Axis untuk terus eksis tanpa harus menguras kantong!