SEBAGAI negara berkembang yang sering diguncang berbagai masalah internal maupun eksternal, Indonesia memiliki sistem perekonomian yang tidak stabil dan rawan ‘terserang’ krisis. Krisis ekonomi tergenting yang pernah dialami Indonesia mungkin terjadi pada tahun 1998 dimana inflasi mencapai 58%, mendorong masyarakat yang tercekik untuk melakukan kerusuhan dan penjarahan pada toko-toko serta mahasiswa yang tidak puas akan kinerja pemerintah Orde Baru saat itu untuk berdemonstrasi. Meskipun lambat laun perekonomian nasional sudah mulai membaik, tetap saja krisis masih menjadi ancaman yang harus diwaspadai hingga tahun 2010 di mana ACFTA sudah diberlakukan secara penuh. Apalagi jika seluruh elemen sistem perekonomian Indonesia tetap bergerak aktif mencari kambing hitam bukannya memperbaiki kinerja karena tidak ingin disalahkan apabila terjadi kegagalan: pemerintah, dengan tudingan sewenang-wenang dalam menjalankan tugas dan mengeluarkan kebijakan; pejabat dan pegawai negeri, dengan tudingan hobi melakukan korupsi sehingga alokasi dana untuk kesejahteraan umum berkurang; mahasiswa, dengan tudingan hanya bisa melakukan demonstrasi tanpa memberi kontribusi riil; golongan masyarakat yang kaya, dengan tudingan mereka hanya mau memperkaya diri sendiri dan tidak mau membantu golongan yang miskin; dan kambing-kambing hitam lainnya. Jika praktik saling tuduh, lempar batu sembunyi tangan ini terus diteruskan, bukannya maju, Indonesia hanya akan terpuruk pada lingkaran setan kemiskinan dan diterpa berbagai krisis tanpa bisa bangkit kembali.
Permasalahan yang cukup pelik tersebut secara tidak langsung kemudian memberikan stigma kepada masyarakat bahwa pihak yang bisa mengubah perekonomian nasional menjadi lebih baik hanyalah orang-orang yang memiliki jabatan penting atau uang dalam jumlah besar. Padahal tahukah Anda, bahwa ada hal mudah yang bisa Anda lakukan untuk mengubah nasib Indonesia, apalagi jika Anda seorang pengguna media sosial?
Adalah artikel yang ditulis oleh Anton William dalam situs www.tempointeraktif.com, pada hari Jumat, 24 September 2010, yang mengemukakan fakta mengejutkan tersebut. Artikel ini mengulas tentang Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang mengeluarkan pernyataan bahwa pertumbuhan pesat pengguna media sosial yang aktif, khususnya Facebook dan Twitter, telah berhasil meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia dari posisi ke-54 pada tahun lalu menjadi posisi ke-44 tahun ini. Sebuah pernyataan yang tentunya mampu memberikan penyegaran atas beberapa isu miring dan sisi negatif pada beberapa media sosial (seperti Facebook yang rawan penculik), dan tentunya memberi ilham bagi kita untuk ikut berkontribusi, benar?
Tunggu dulu. Anda harus mengerti ‘aktif’ seperti apa dulu yang bisa meningkatkan perekonomian nasional. Jika selama ini Anda hanya menggunakan media sosial sebagai sarana untuk berceloteh tentang keseharian Anda, berkomunikasi dengan pacar, mencari teman baru, atau hal-hal lain yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan ekonomi, maka pengaruhnya pun tidak ada.
Lalu ‘aktif’ seperti apakah yang bisa membantu perekonomian nasional?
Adalah ‘aktif’ memasarkan atau memperkenalkan bisnis pribadi maupun bisnis orang lain yang dapat meningkatkan perekonomian nasional. Di sini media sosial berperan sebagai “Sarana Marketing Revolusioner”, pemberi warna baru dalam dunia pemasaran yang tadinya didominasi oleh word of mouth (pemasaran dari mulut ke mulut) atau promosi melalui media elektronik dan cetak. Dengan prosedur yang mudah (sama seperti penggunaan untuk kegiatan sehari-hari, hanya isinya menyinggung bisnis yang ingin dipasarkan atau diperkenalkan), biaya yang murah (hanya biaya internet bahkan, jika media promosinya Facebook atau Twitter), namun mampu menjangkau orang banyak, media sosial pun dalam kuarter tahun ini berhasil menjadi primadona bagi para pebisnis.
Umpamakan Anda adalah seorang pebisnis kecil-kecilan yang bergerak di industri kreatif dengan spesialisasi sepatu fashionable yang diproduksi sendiri. Jumlah karyawan Anda ada 5 orang, di mana semuanya adalah pengrajin sepatu dengan honor Rp30.000,00/jumlah sepatu yang selesai dikerjakan. Sepatu ini dijual di sebuah kios di daerah pertokoan Bandung dengan harga Rp150.000,00 dengan target pasar masyarakat kota Bandung itu sendiri. Dalam sebulan, volume penjualan sepatu Anda adalah 30 pasang. Sekarang bandingkan jika Anda memiliki sebuah online shop di media sosial Facebook. Karena jumlah pengguna Facebook sangat banyak dan berasal dari daerah yang beragam, target pasar Anda pun meluas. Peluang terbuka lebar. Dengan menampilkan foto yang apik serta pelayanan via Facebook atau SMS yang memuaskan, bahkan menge-tag foto itu satu-satu ke target pasar Anda, Anda bisa menarik jumlah pelanggan yang lebih banyak dengan mudah. Dalam sebulan, volume penjualan kini mencapai 100 pasang. Adanya peningkatan pada permintaan ini tentunya berimbas pula pada jumlah honor yang diterima karyawan Anda: penghasilan mereka meningkat karena honor tersebut dihitung dari jumlah sepatu yang berhasil diselesaikan. Penghasilan Anda juga turut meningkat. Begitu pula para supplier tempat Anda membeli bahan baku sepatu tersebut. Dan jangan lupa pula pada penambahan penghasilan yang diterima jasa antar barang seperti Tiki, JNE, dan Pos Indonesia karena ada pelanggan Anda yang berasal dari luar Bandung sehingga barang harus dikirim.
Bagaimana dengan media sosial lainnya seperti Twitter? Twitter juga mampu berperan sebagai sarana marketing revolusioner, namun lebih fokus pada pemasaran berbasis word of tweet (dari tweet ke tweet) yang bertujuan untuk meningkatkan awareness masyarakat terhadap barang dan jasa yang ingin ditawarkan. Word of tweet ini bisa berasal dari pebisnis itu sendiri atau teman maupun pelanggan pebisnis yang puas akan barang dan jasa yang dibeli sehingga kemudian memberikan rekomendasi (dalam bentuk tweet) yang meyakinkan kepada teman-teman mereka yang lain di Twitter.
Blog dan milis juga merupakan tempat empuk untuk dijadikan sarana pemasaran bisnis. Untuk kasus blog, dengan penataan yang rapi dan mudah dibaca disertai foto dan deskripsi lengkap akan barang dan jasa yang disediakan, serta promosi berkesinambungan ke blog lain atau media lain (cetak dan elektronik), menggaet target pasar juga cukup mudah. Begitu pula milis. Untuk milis yang ukurannya besar dan cukup terkenal (seperti Kaskus), bahkan telah tersedia forum jual beli untuk para pebisnis. Tidak ada biaya apapun yang dikenakan dalam pemasaran melalui media tersebut, hanya setiap anggota diwajibkan untuk mengikuti syarat dan ketentuan yang telah dirumuskan oleh administrator milis.
Berkaitan dengan media-media sosial seperti yang telah disebutkan di atas, terjadi perubahan di bidang pemasaran terutama menyangkut teknik buzz marketing, yaitu pemasaran barang dan jasa dengan memanfaatkan pengaruh tokoh-tokoh yang dijadikan sebagai ikon barang dan jasa yang diperjualbelikan. Jika tadinya tokoh-tokoh tersebut umumnya berasal dari kalangan artis, dengan adanya perkembangan pesat media sosial, beberapa top bloggers dan top tweeters pun kini dilantik menjadi ikon beberapa barang dan jasa. Contohnya adalah Diana Rikasari, seorang fashion blogger yang karena kreativitas dan kredibilitasnya telah ditunjuk menjadi salah satu ikon barang-barang fashion dengan merk Bloop serta menjadi jujugan bagi para online shops untuk kemudian membantu mempromosikan barang mereka. Dengan metode ini, kedua belah pihak sama-sama diuntungkan: Diana mendapatkan barang-barang fashion gratis dari online shops yang ingin dipromosikan, serta penghasilan dari kerjasamanya dengan Bloop; online shops dan Bloop itu sendiri mendapatkan peningkatan permintaan hingga 300% karena pengaruh seorang Diana Rikasari yang cukup besar di mata bloggers dan pecinta fashion.
Demikianlah uraian mengenai peran media sosial dalam meningkatkan perekonomian nasional. Tentunya jika Anda ingin turut berkontribusi dan bahkan menerima penghasilan tambahan, yang harus Anda lakukan adalah turut memasarkan bisnis Anda atau bisnis teman Anda (siapa tahu Anda kecipratan). Tidak ada lagi sikap pasif, menunggu nasib dan hanya bisa memprotes kiri-kanan tanpa melakukan aksi yang nyata. Niatkanlah diri Anda dari detik ini juga. Tunggu apa lagi?
Jakarta, 22 Oktober 2010
Riska Kusuma Wardhani
EmoticonEmoticon